Jumat, 29 Juni 2012

Diagnosa Fisik (Physic Diagnostic)

PENDAHULUAN

Pemeriksaan fisik berasal dari kata physical examination berarti memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan kondisi pasien pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengkajian.

Kemampuan dokter melakukan pemeriksaan fisik secara komprehensip sangat diperlukan karena data yang diperolah dari pemeriksaan fisik ini akan menjadi dasar dalam penentuan masalah. Untuk dapat memahami pemeriksaan fisik yang baik dan benar dibutuhkan pemahaman terhadap konsep anatomi, fisiologi tubuh manusia dan patofisiologi serta didukung oleh ketrampilan melalui latihan – latihan sehingga menjadi terbiasa. Dalam pemeriksaan fisik juga diperlukan integrasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dari pemeriksa sampai pada meng-interprestasikan dan meng-integrasikan data temuan satu dengan data temuan yang lainnya.

Dalam pelaksanaannya pemeriksaan fisik bersamaan dengan metode pengumpulan data lainnya seperti wawancara (anamnesa), dan observasi, untuk itu dokter juga harus menguasai tehnik anamnesa yang benar dan pengamatan yang akurat sesuai dengan kondisi pasien.



PEMERIKSAAN FISIK

TEHNIK PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan dengan 4 cara : Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
1.    Inspeksi
Adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat .
Langkah kerja :
•    Atur pencahayaan yang cukup
•    Atur suhu dan suasana ruangan nyaman
•    Posisi pemeriksa sebelah kanan pasien
•    Buka bagian yang diperiksa
•    Perhatikan kesan pertama pasien : perilaku, ekspresi, penampilan umum, postur tubuh.
•    Lakukan inspeksi secara sistematis, bila perlu bandingkan bagian sisi tubuh pasien.

2.    Palpasi
Adalah pemeriksaan dengan perabaan, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan tangan.
Cara kerja :
•    Daerah yang diperiksa bebas dari gangguan yang menutupi
•    Cuci tangan
•    Beritahu pasien tentang prosedur dan tujuannnya
•    Yakinkan tangan hangat tidak dingin
•    Lakukan perabaan secara sistematis , untuk menentukan ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan :
•    Jari telunjuk dan ibu jari --> menentukan besar/ukuran
•    Jari 2,3,4 bersama --> menentukan konsistensi dan kualitas benda
•    Jari dan telapak tangan --> merasakan getaran
•    Sedikit tekanan --> menentukan rasa sakit


3.    Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara perantara jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ didalam tubuh.
Cara Kerja :
•    Lepas Pakaian sesuai dengan keperluan
•    Luruskan jari tengah kiri , dengan ujung jari tekan pada permukaan yang akan diperkusi.
•    Lakukan ketukan dengan ujung jari tengah kanan diatas jari kiri, dengan lentur dan cepat, dengan menggunakan pergerakan pergelangan tangan.
•    Lakukan perkusi secara sistematis sesuai dengan keperluan.

4.    Auskultasi
Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan menggunakan alat STETOSKOP.

STETOSKOPBagian-bagian stetoskop :
•    Ear Pieces --> dihubungkan dengan telinga
•    Sisi Bell ( Cup ) --> pemeriksaan thorak atau bunyi dengan nada rendah
•    Sisi diafragma ( membran ) --> Pemeriksaan abdomen atau bunyi dengan nada tinggi.


Cara Kerja :
•    Ciptakan suasana tenang dan aman
•    Pasang Ear piece pada telinga
•    Pastikan posisi stetoskop tepat dan dapat didengar
•    Pada bagian sisi membran dapat digosok biar hangat
•    Lakukan pemeriksaan dengan sistematis sesuai dengan kebutuhan.


PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
KEPALA

Cara Kerja :
1.    Atur posisi pasien duduk, atau berdiri
2.    Bila pakai kaca mata dilepas
3.    Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala
4.    Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.

MATAA.    Bola mata
Cara Kerja :
1.    Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus.
2.    Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.
3.    Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4.    Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5.    Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.

B.    Kelopak Mata
1.    Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi, xantelasma.
2.    Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan  keadaan benjolan kelopak mata

C.    Konjungtiva, sclera dan kornea
1.    Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2.    Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
3.    Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan (normal : putih )
4.    Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan dan jernih )


D.    Pemeriksaan pupil
1.    Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2.    Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3.    Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil,  reflek pupil menurun, bandingkan kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis


E.    Pemeriksaan tekanan bola mata
Tampa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )

F.    Pemeriksaan tajam penglihatan
1.    Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2.    Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak hurup yang ditunjuk perawat.
3.    Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau dengan alat penutup ).
4.    Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai bawah.
5.    tentukan tajam penglihatan pasien

G.    Pemeriksaan lapang pandang
1.    perawat berdiri di depan pasien
2.    bagian yang tidak diperiksa ditutup
3.    Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4.    Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5.    jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari

TELINGA
•    Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membran tympani
1.    Atur posisi pasien duduk
2.    Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi atau bejolan.
3.    tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi, serumen, dan cairan yang keluar.
4.    Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga. Catat adanya nyeri telinga.
5.    Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.
6.    Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. (normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )
7.    Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.



•    Pemeriksaan fungsi pendengaran
Tujuan :
menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau konduksi.
Tehnik pemeriksaan :
1.   Voice Test ( tes bisik )
Test ini amat penting bagi dokter umum terutama yang bertugas di puskesmas-puskesmas, dimana peralatan masih sangat terbatas untuk keperluan testpendengaran. Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan test ini ialah :
a.    Ruangan Test
Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jaraksebesar 6 meter. Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindarigema diruangan dapat ditaruh kayu di dalamnya.b.
b.    Pemeriksa
Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata denganmenggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal.Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiridari kata-kata sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama dan antara dua suku kata bisyllabic “Gajah Mada P.B.List” karena telahditera keseimbangan phonemnya untuk bahasa Indonesia.
c.    Penderita
Telinga yang akan di test dihadapkan kepada pemeriksa dantelinga yang tidak sedang ditest harus ditutup dengan kapas atau oleh tangansi penderita sendiri. Penderita tidak boleh melihat gerakan mulut pemeriksa.
Cara pemeriksaan.
Sebelum melakukan pemeriksaan penderita harus diberi instruksi yang jelasmisalnya anda akan dibisiki kata-kata dan setiap kata yang didengar harusdiulangi dengan suara keras. Kemudian dilakukan test sebagai berikut :
a.    Mula-mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bisyllabic.Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan testini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dandemikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10kata diucapkan di sebut jarak pendengaran.b.

b.    Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampaiditemukan satu jarak pendengaran.

Evaluasi test.
6 meter - normalb.
 5 meter - dalam batas normalc.
 4 meter - tuli ringand.
 3 – 2 meter - tuli sedange.
 1 meter atau kurang - tuli berat.
Dengan test suara bisik ini dapat dipergunakan untuk memeriksa secara kasarderajat ketulian (kuantitas). Bila sudah berpengalaman test suara bisik dapatpula secara kasar memeriksa type ketulian misalnya :
a.    Tuli konduktif sukar mendengar huruf lunak seperti n, m, w (meja dikatakanbecak, gajah dikatakan kaca dan lain-lain).
b.    Tuli sensori neural sukar mendengar huruf tajam yang umumnyaberfrekwensi tinggi seperti s, sy, c dan lain-lain (cicak dikatakan tidak, kacadikatakan gajah dan lain-lain)
2.  Test garputala
•    Rinne test
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udarapada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang darihantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjangdaripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebihpanjang daripada hantaran udara.
Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh secara lunakpada tangan dan pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum daritelinga yang akan diperiksa. Kepada penderita ditanyakan apakahmendengar dan sekaligus di instruksikan agar mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala dipindahkanhingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus akustikuseksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengardikatakan Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-). Evaluasi test rinne. Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural. Rinnenegatif berarti tuli konduktif. Rinne Negatif Palsu. Dalam melakukan test rinne harus selalu hati-hatidengan apa yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi pada tulisensorineural yang unilateral dan berat.Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya ditangkap oleh telinga yang baik dan tidak di test (cross hearing). Kemudiansetelah garpu tala diletakkan di depan meatus acusticus externus getarantidak terdengar lagi sehingga dikatakan Rinne negative.



Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.


•    Weber test
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama.
Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuhdiletakkan pangkalnya pada dahi atau vertex. Penderita ditanyakan apakahmendengar atau tidak. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga manadidengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di kanan disebut lateralisasike kanan.

   Evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapakemungkinan
1.    Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
2.    Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural
3.    Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4.    Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih bera
5.    Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat
Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapatmenegakkan diagnosa secara pasti.


•    Scwabach Test
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita denganhantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secaralunak diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita.Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itusekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidakmendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segeradipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa.Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan schwabachmemendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidakmendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengarlagi garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum penderita danditanyakan apakah penderita mendengar dengungan.Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bilamasih mendengar dikatakan schwabach memanjang. Evaluasi test schwabach
6.    Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungandan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural
7.    Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungandan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif
8.    Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidakmendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telingapenderita normal juga.


Test Audiometri
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.

Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

1.    Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam Desibel    Klasifikasi
0-15    Pendengaran normal
>15-25    Kehilangan pendengaran kecil
>25-40    Kehilangan pendengaran ringan
>40-55    Kehilangan pendengaran sedang
>55-70    Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90    Kehilangan pendengaran berat
>90    Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

2.    Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a.    Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b.    Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
1.    Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
2.    Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
3.    Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
4.    Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

Manfaat audiometri
1.    Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2.    Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3.    Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak

Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1.    Mediagnostik penyakit telinga
2.    Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3.    Skrinig anak balita dan SD
4.    Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.


Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
a.    Test Romberg
b.    Test Fistula
c.    Test Kalori

 
MULUT DAN TONSIL
1.    Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
2.    Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
3.    Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
4.    Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
5.    Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
6.    Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “, amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
7.    Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang tonsil.


LEHER

•    Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan


Palpasi :
Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea muali dari tulang krokoid dan kesamping, catat : adanya benjolan ; konsidstensi, bentuk, ukuran.


Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat)
•    Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),
Normalnya : simetris ditengah.
•    JVP ( tekanan vena jugularis )
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum.
Atau
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s. ) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris.
     Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.
•    Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.


PEMERIKSAAN THORAX DAN PARU
Tujuan Pemeriksaan :
•    Mengidentifikasi kelaian bentuk dada
•    Mengevaluasi fungsi paru

A.    INSPEKSI
    Cara Kerja :
1.    Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
2.    Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris,
3.    Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
4.    Dari arah depan, catat :  gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
    Normalnya : Gerak napas simetris 16 – 24 X, abdominal / thorakoabdominal, tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.
    Abnormal :
•    Tarchipneu  napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung
•    Bradipneu  napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM, stroke
•    Cheyne Stokes  napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.
•    Biot  Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal : meningitis
•    Kusmoul  Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis metabolic
•    Hyperpneu  napas dalam, dengan kecepatan normal
•    Apneustik  ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada lesi pusat pernapasan.
•    Dangkal  emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
•    Asimetris  pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.
5.    Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.

B.    PALPASI
Cara Kerja :
1.    Atur posisi pasien duduk atau berbaring
2.    lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan konsistensi, besar, mobilitas … )
3.    Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke dua ibu jara berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta napas biasa, catat : gerak napas simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru ( normalnya 3-5 cm ).
Atau
Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru
4.    Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas, minta pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru
Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.

C.    PERKUSI
Cara Kerja :
1.    Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk
2.    Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas – batas paru
    Batas paru normal :
•    Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri
•    Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi
    Abnormal :
•    Meningkat  anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites
•    Menurun  orang tua, emfisema, pneumothorax
3.    lakuka perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara perkusi
    Normalnya : sonor/resonan  ( dug )
    Abnormal :
•    Hyperresonan  menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas
•    Kurang resonan  “deg” : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
•    Redup  “bleg” : fibrosis berat, edema paru
•    Pekak  seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis

D.    AUSKULTASI
Cara kerja :
1.    Atur posisi pasien duduk / berbaring
2.    Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru, catat : suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara napas
Normal :
•    Trachea brobkhial  suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih keras dan pendek dari ekspirasi.
•    Bronkhovesikuler  suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ), inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
•    Vesikuler  suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.
Abnormal :
•    Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie, fibrosis )
•    Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru
•    Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema
Suara tambahan
Normal : bersih, tidak ada suara tambahan
Abnormal :
•    Ronkhi  suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada bronchus.
•    Krepitasi / rales  berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan ( seperti gesekan rambut / meniup dalam air )
•    Whezing  suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.
3.    Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, …, catat bunyi resonan Vokal :
•    Bronkhofoni  meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris, cavitas paru )
•    Pectoriloguy  meningkat sekali, suara jelas
•    Egovoni  sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )
•    Menurun / tidak terdengar  Efusi pleura, emfisema, pneumothorax



PEMERIKSAAN JANTUNG
A.    INPEKSI
    Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1.    Bentuk perkordial
2.    Denyut pada apeks kordis
3.    Denyut nadi pada daerah lain
1.    Denyut vena
Cara Kerja :
1.    buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30
2.    Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
3.    Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
4.    Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal   datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal   Cekung,  Cembung ( bulging precordial )
5.    Amati dan catat pulsasi apeks cordis
    Normal   nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).
    Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi perikard.
    Abnormal -->  bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan bergetar ( Thrill ).
6.    Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik
    NormaL   Hanya pada daerah ictus
7.    Amati dan cata pulsasi denyut vena jugularis
    Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat pada vena jugularis interna dan eksterna.

B.    AUSKULTASI
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1.   Irama dan frekwensi jantung
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 – 100 X/mnt
2.   Intensitas bunyi jantung
Normal :
•    Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2
•    Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 2
3.   Sifat bunyi jantung
Normal :
-  bersifat tunggal.
 - Terbelah/terpisah  dikondisikan ( Normal Splitting )
    Splitting BJ 1 fisiologik
 Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat “ Ekspirasi maksimal, kemudian napas ditahan sebentar” .
    Splitting BJ 2 fisiologik
 normal Spliting BJ2, terdengar  “ sesaat setelah inspirasi dalam “
Abnormal :
•    Splitting BJ 1 patologik  ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB )
•    Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada RBBB, ASD, PS.
4.   Fase Systolik dan Dyastolik
Normal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )
Abnormal : - Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek
                    - Tedengar bunyi “ fruction Rub”  gesekan perikard dg ephicard.

5.   Adanya Bising ( Murmur ) jantung
 adalah bunyi jantung ( bergemuruh ) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi ( pusaran abnormal ) dari aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Normal     : tidak terdapat murmur
Abnormal : terdapat murmur  kelainan katub , shunt/pirau
6.   Irama Gallop ( gallop ritme )
 Adalah irama diamana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik, yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal, sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel

Normal     : tidak terdapat gallop ritme
Abnormal :
•    Gallop ventrikuler ( gallop S3 )
•    Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 )
•    Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )

Cara Kerja :
1.    Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan
2.    Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah aorta, simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1, splitting BJ2, dan murmur Bj2.
3.    Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral, simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2, splitting BJ1, murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.
4.    Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.
5.    Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.


C.    PALPASI
Cara Kerja :
1.    Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.
Normal  tidak ada pulsasi
2.    Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi,  tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave.
    Normal  terba di ICS V MCL selebar 1-2cm  ( 1 jari )
    Abnormal  ictus bergeser kea rah latero-inferior, ada thriil / lift
3.    Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.
Normal : teraba, sulit diraba
Abnormal : mudah / meningkat

D.    PERKUSI
 Cara Kerja :
1.    Lakukan perkusi mulai intercota 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial, catat perubahan perkusi redup
2.    Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan suara perkusi redup.
3.    Tentukan batas-batas jantung 

         

PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
Inspeksi
1.    posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
2.    Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar
3.    Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi
4.    Inspeksi areola mama, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan lesi.
Normal : gelap, menonjol
5.    Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.


PALPASI
Cara Kerja :
•    Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri.
•    Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan.
•    Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kea rah areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan
•    Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.



PEMERIKSAAN ABDOMEN
Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

INSPEKSI
Cara Kerja :
1.    Kandung kencing dalam keadaan kosong
2.    Posisi berbaring, bantal dikepala dan lutut sedikit fleksi
3.    Kedua lengan, disamping atau didada
4.    Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan terakhir
5.    Lakukan inspeksi, dan perhatikan  Kedaan kulit dan permukaan perut
Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi
Abnormal :
•    Strie berwarna ungu  syndrome chusing
•    Pelebaran vena abdomen  Chirrosis
•    Dinding perut tebal  odema
•    Berbintil atau ada lesi  neurofibroma
•    Ada masa / benjolan abnormal  tumor
6.  Perhatikan bentuk perut
Normal : simetris
Abnormal :
•    Membesar dan melebar  ascites
•    Membesar dan tegang  berisi udara ( ilius )
•    Membesar dan tegang daerah suprapubik  retensi urine
•    Membesar asimetris  tumor, pembesaran organ dalam perut
7.   Perhatikan Gerakan dinding perut 
Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan peristaltic pada orang kurus.
AbnormaL:
•    Terjadi sebaliknya  kelumpuhan otot diafragma
•    Tegang tidak bergerak  peritonitis
•    Gerakan setempat  peristaltic pada illius
•    Perhatikan denyutan pada didnding perut
•    Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus
8.   Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

AUSKULTASI
Cara Kerja :
1.    Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu
2.    Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kuadran kanan bawah ), cata bising dan peristaltic usus.
Normal : Bunyi “ Klikc Grugles “, 5-35X/mnt
Abnormal :
•    Bising dan peristaltic menurun / hilang  illeus paralitik, post operasi
•    Bising meningkat “ metalik sound “  illius obstruktif
•    Peristaltik meningkat  dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan
3.   Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).
Normalnya : tidak ada
3.    Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,
 Normal : tidak ada.

 PERKUSI
Cara Kerja :
1.    lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya perubahan suara perkusi :
Normalnya : tynpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )
Abnormal :
•    Hypertympani  terdapat udara
•    Pekak  terdapat Cairan
2.    lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.
Cara :
•    Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar bunyi redup, untuk menentukan batas bawah hepar.
•    Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas
•    Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 dan 2 untuk menentukan batas-batas hepar yang lain.

PALPASI
Cara Kerja :
1.    Beritahu pasien untuk bernapas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.
2.    Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut
3.    Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces yang mengeras.
4.    Lanjutkan dengan pemeriksaan organ.
Hati
•    Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12
•    Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar bawah / di bawah kostae.
•    Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan besar, konsistensi dan bentuk permukaan.
•    Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :
•    Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul  hepatomegali
•    Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler   hepatoma

Lien
•    Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan  penderita pada coste 11 dan 12
•    Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq )  di bawah kostae kanan.
•    Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
•    Minta pasien napas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran
               
PEMERIKSAAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
OTOT
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
•    Bentuk, ukuran dan kesimetrisan otot
•    Adanya atropi, kontraksi dan tremor, tonus dan spasme otot
•    Kekuatan otot

UJi Kekuatan Otot
Cara kerja :
•    Tentukan otot/ektrimitas yang akan di uji
•    Beritahu pasien untuk mengikuti perintah, dan pegang otot dan lakukan penilaian.
Penilaian :
0  ( Plegia )   : Tidak ada kontraksi otot
1  ( parese )  : Ada kontraksi, tidak timbul gerakan
2  ( parese )  : Timbul gerakan tidak mampu melawan gravitasi
3  ( parese )  : Mampu melawan gravitasi
4  ( good )     : mampu menahan dengan tahanan ringan
5  ( Normal ): mampu menahan dengan tahanan maksimal
TULANG
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
•    Adanya kelainan bentuk / deformitas
•    Masa abnormal : besar, konsistensi, mobilitas
•    Tanda  radang dan fraktur
Cara kerja :
•    Ispkesi tulang, catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal.
•    Palpasi tulang, tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi.

PERSENDIAN
Hal-hal Yang perlu diperhatikan :
•    Tanda-tanda radang sendi
•    Bunyi gerak sendi ( krepitasi )
•    Stiffnes dan pembatasan gerak sendi ( ROM )
Cara Kerja :
•    Ispeksi sendi terhadap tanda radang, dan palpasi adanya nyeri tekan
•    Palpasi dan gerakan sendi, catat : krepitasi, adanya kekakua sendi dan nyeri gerak
•    Tentukan ROM sendi : Rotasi, fleksi, ekstensi, pronasi/supinasi, protaksi, inverse/eversi,


PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Angkat Tungkai Lurus
•    Angkat tungkai pasien, luruskan sampai timbul nyeri, dorsofleksikan tungkai kaki
•    Abnormal : nyeri tajan ke rah belakang tungkai  ketegangan / kompresi syaraf
2.  Uji  CTS ( Carpal Tunnel Syndrome )
     Uji PHALEN’S
•    Fleksikan pergelangan tangan ke dua tangan dengan sudut maksimal, tahan selama 60 detik.
•    Abnormal : Baal / kesemutan pada jari-jari dan tangan.
     Uji TINEL’S
•    Lakukan perkusi ringan di atas syaraf median pergelangan tangan
•    Abnormal : ada kesemutan atau kesetrum

3.  Tanda BALON
Tekan kantung suprapatela dengan jari tangan, jari yang lain meraba adanya cairan.



PEMERIKSAAN SISTEM INTEGUMEN KULITInspeksi
1.   Warna kulit
Normal : nampak lembab, Kemerahan
Abnormal : cyanosis / pucat
2.  Tekstur kulit
Normal : tegang dan elastis ( dewasa ), lembek dan kurang elastis ( orang tua )
Abnormal : menurun  dehidrasi, nampak tegang  odema, peradangan
3.  Kelainan / lesi kulit
Normal : tidak terdapat
Abnormal : Terdapat lesi kulit, tentukan :
     1.   bentuk Lesi
•    Lesi Primer : bulla, macula, papula, plaque, nodula, pigmentasi, hypopigmentasi,  pustula
•    Lesi Sekunder : Tumor, crusta, fissura, erosi, vesikel, eskoriasi, lichenifikasi, scar, ulceratif.
     2.   distribusi dan  konfigurasinya.
General, Unilateral, Soliter, Bergerombol

Palpasi
1.  Tekstur dan konsistensi
Normal : halus dan elastis
Abnormal : kasar, elastisitas menurun, elastisitas meningkat ( tegang )
2.   Suhu
Normal : hangat
Abnormal : dingin ( kekurangan oksigen/sirkulasi ), suhu meningkat ( infeksi )
3.  Turgor kulit
Normal : baik
Abnormal : menurun / jelek  orang tua, dehidrasi
4. Adanya hyponestesia/anestesia
5.    Adanya nyeri

Pemeriksaan Khusus
AKRAL
•    Ispeksi dan palpasi  jari-jari tangan, catat warna dan suhu .
Normal : tidak pucat, hangat
Abnormal : pucat, dingin  kekurangan oksigen

CR ( capilari Refiil )
•    Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna
Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik
Abnormal : > 3 detik  gangguan sirkulasi.

ODEM
•    Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting )
Normal : tidak ada pitting
Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri )

KUKU
•    Observasi warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi, tanda radang
Abnormal :
•    Jari tabuh ( clumbing Finger )  penykait jantung kronik
•    Puti tebal  jamur

RAMBUT TUBUH
•    Ispeksi distribusi, warna dan pertumbuhan rambut



PEMERIKSAAN FISIK GENITALIAUntuk mengetahui apakah pasien mempunyai masalah dengan genetalia (alat vital) baik intern/ekstern.
Tujuan Pemeriksaan Genetalia:
•    Melihat dan mengetahui organ organ yang termasuk dalam genetalia
•    Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema. Tumor,     atau benjolan, infeksi, luka, atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah dan sebagainya.
•    Melakukan perawatan  genetalia 
•    Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan
Metode yang Digunakan pada pria:
•    Inspeksi
•    Palpasi
Metode yang digunakan pada wanita:
•    Pengkajian alat kelamin wanita bagian luar dan bagian dalam.
Persiapan sebelum pemeriksaan:
1)    Menyiapakan alat yang digunakan:
a)    Lampu yang dapat diatur pencahayaanya
b)    Handscone atau sarung tangan
c)    Meja pemeriksaan dengan sanggurdi, baskom, spatula plastic.
2)    Menyiapkan tempat yang nyaman sehingga dapat menjaga privasi pasien.
3)    Hal yang harus diperhatikan:
a)    Pengkajian dilakukan sesuai kebutuhan dengan tetap menjga kesopanan  dan harga diri pasien dan perawat.
b)    Perawat meminta pasien untuk berkemih sebelum pemeriksaan.
c)    Bantu pasien melakukan posisi litotomi di tempat tidur atau meja periksa untuk pengkajian genital eksternal.
d)    Meminta ijin pada pasien jika melakukan pengkajian.
e)    Perawat harus dapt memeberi penjelasan kepada pasien tentang tujuan pengkajian sehingga pasien dapat diajak bekerja sama dan tidak merasa malu.
f)    Menjaga privasi pasien.

Langkah pemeriksaan fisik genitalia
Pada Pria :
1)    Inspeksi
a)    Pertama tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sedikit atau tidak sama sekali.
b)    Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.
c)    Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati lubang uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan parut, benjolan, peradangan, dan rabas ( bila pasien malu,penis dapat dibuka oleh pasien sendiri ). Lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis. Pada beberapa kelainan lubang uretra ada yang terletak di bawah batang penis ( hipospadia ) dan ada yang terletak di atas batang penis ( epispadia )
d)    Inspeksi skotrum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus, eksoriasi, atau nodular. Angkat skrotrum dan amati area di belakang skrotrum.
  2)      Palpasi
a)    Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan , dan kemungkinan adanya cairan kental yang keluar.
b)    Palpasi stroktum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konstitensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba elastis, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2-4 cm.
c)    Papasi epidemis  yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Normalnya epididimis teraba lunak.
d)    Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada epidedimis.

Pada Wanita:
1.    Pengkajian alat kelamin wanita bagian luar:
a)    Beri kesempatan kepada pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum pengkajian dimulai. Bila diperlukan urine untuk specimen laboratorium.
b)    Anjurkan pasien membuka celana, Bantu mengatur posisi litotomi, dan selimuti bagian yang tidak diamati.
c)    Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya, dan bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
d)    Amati kulit dan area pubi, perhatikan adana lesi, eritema, fisura, leukoplakia, dan ekskorasi.
e)    Buka labuia minora, klitoris, dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,klitoris, dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus, rabas atau nodular.
2.    Pengkajian alat kelamin bagian dalam
a)    Atur posisi pasien secara tepat dan pakai sarung tangan steril.
b)    Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat untuk mempergunakan dan memilih speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah selesai.
c)    Siapkan speculum dengan ukuran dan bentuk ang sesuai dan lumasi dengan air hangat terutama bila akan mengambil specimen.
d)    Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.
e)    Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan masukkan speculum dengan sudut 45° dan hati-hati dengan menggunakan tangan yang satunya sehingga tida menjepit rambut pubis atau labia.
f)          Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari Anda, dan putar speculum kea rah posisi horizontal dan pertahankan penekanan pada sisi bawah / posterior.
g)    Buka bilah speculum, letakkan pada serviks dan kunci bilah sehingga tetap membuka.
h)    Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan amati ukuran, laserisasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks . Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan pada para membentuk celah.
i)           Bila diperlukan specimen sitologi, ambil dengan cara usapan menggunakan aplikator dari kapas.
j)          Bila sudah selesai, kendurkan sekrup speculum, tutup speculum, dan tarik keluar secara perlahan-lahan.
k)    Lakuakan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara memakai sarung tangan steril, melumasi jari telunjuk dan jari tengah, kemudian memasukkan jari tersebut ke lobang vagina dengan penekanan ke arah posterior, dan meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan nodular.
l)           Palpasi serviks dengan dua jari anda dan perhatikan posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan neri tekan. Normalnya serviks dapat digerakkan tanpa terasa nteri.
m)    Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam vagina menghadap ke atas. Tangan yang ada diluar letakkan di abdomen dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya.
n)    Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke formiks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah kea rah kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan ( normalnya tidak teraba) ulangi untuk ovarium sebelahnya.

PEMERIKSAAN FISIK EKSTREMITAS
Ekstremitas atas


•    Inspeksi : bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot
•    Palpasi   : apakah ada nyeri tekan, massa/benjolan
•    Motorik  : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan
             tonus kekuatan otot,dan tes keseimbangan.
•    Reflex    : memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps
•    Sensorik : apakah pasien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa,
     gerak dan tekanan.


Ekstremitas bawah

•    Inspeksi : bagaimana pergerakan kaki,dan kekuatan otot
•    Palpasi   : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
•    Motorik  : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan
     tonus kekuatan otot,dan tes keseimbangan.
•    Reflex    : memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps
•    Sensorik : apakah pasien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa,
     gerak dan tekanan.

Pemeriksaan Refleks
Repleks biasanya tidak terlalu singkat terjadinya pada pasien yang lebih dewasa. Respon repleks pada ekstremitas bawah berkurang sebelum ekstremitas-ekstremitas atas terpengaruh (Seidel et al., 1991).
Menimbulkan reaksi repleks memungkinkan perawat untuk mengkaji integritas jalur-jalur sensori dan gerak dari lengkung repleks dan segmen batang spinal spesifik. Pengujian refleks tidak berarti menentukan pungsi saraf pusat.
Saat otot dan tendon di regangkan selama pengujian refleks, implus-implus saraf merambat sepanjang jalur saraf aferen ke bagian dorsal segmen batang spinal. Implus-implus bergerak ke saraf motor eferen dalam batang spinal. Kemudian sebuah saraf motor mengirim implus kembali ke otot dan menyebabkan respon refleks terjadi.


Pemeriksaan Refleks Otot Biseps
1)    Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan diperiksa, diletakan diatas perut dalam posisi fleksi 60 derajat dan  rileks.
2)    Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien.
3)    Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan teraba keras bila siku difleksikan.
4)    Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps.
5)    Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan, diatas jari telunjuk kiri pemeriksa.
6)    Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps dan terasa tarikan tendon otot biseps dibawah telunjuk pemeriksa.

Pemeriksaan Refleks Otot Triseps
1)    Posisi pasien tidur terlentang.
2)    Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan diatas perut dalam posisi fleksi 90 derajat dan rileks.
3)    Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.
4)    Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku ( proksimal ujung olecranon ).
5)    Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot  triseps.
6)    Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas jari telunjuk kiri pemeriksa.
7)    Terlihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps dan terasa tarikan tendon otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa.

Pemeriksaan Refleks Tendon Patela
1)    Posisi pasien tidur terlentang atau duduk.
2)    Pemeriksa berdiri  pada sisi kanan pasien.
3)    Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat dan bila duduk lutut fleksi 90 derajat.
4)    Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea.
5)    Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolateral/ inferomedial, diantara 2 cekungan tersebut terdapat tendon patela yang terasa keras dan tegang.
6)    Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas tendon patella.
7)    Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot quadriseps femoris.

Pemeriksaan Refleks Tendon Achiles
1)    Pasien tidur terlentang atau duduk.
2)    Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok disisi kiri pasien.
3)    Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
4)    Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki pasien.
5)    Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi.
6)    Ayunkan reflek hammer diatas tendon achiles.
7)    Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan kiri pemeriksa dan tampak kontraksi otot gastrocnemius.





KESIMPULAN
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan yang tepat bagi pasien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap pasien, tertama pada pasien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada pasien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan pasien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik pasien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar