PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
•Pemeriksaan
sistim motorik sebaiknya
dilakukan
dengan urutan urutan tertentu
untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian
pemeriksaan.
CARA
PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
1.
Pengamatan.
• Gaya berjalan dan tingkah laku.
• Simetri tubuh dan ektremitas.
• Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.
2.
Gerakan Volunter.
• Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas
permintaan pemeriksa,
misalnya:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
–
Gerakan
jari- jari kaki.
3.
Palpasi otot.
• Pengukuran besar otot.
• Nyeri tekan.
• Kontraktur.
• Konsistensi ( kekenyalan ).
• Konsistensi otot yang meningkat terdapat
pada.
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf
spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
–
Kelumpuhan
jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”
4. Perkusi otot.
• Normal : otot yang
diperkusi akan berkontraksi yang
bersifat
setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2
detik
saja.
•
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah
diperkusi
( biasanya terdapat pada pasien mixedema,
pasien
dengan gizi buruk ).
•
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung
untuk
beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
•
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak
diperiksa
kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan
fleksi
dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang
normal
terdapat tahanan yang wajar.
•
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada
kelumpuhan
LMN).
•
Hipotoni : tahanan berkurang.
•
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal
gerakan
, ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.
•
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan
misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
•
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk
memeriksa
kekuatan otot ada dua cara:
–
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas
atau
badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
–
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau
badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara
menilai kekuatan otot :
• Dengan menggunakan angka dari 0-5.
– 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi
otot, lumpuh total.
– 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun
tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh
otot tersebut.
– 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini
tidak mampu
melawan gaya
berat ( gravitasi ).
– 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
– 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
–
5 :
Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Cara
menilai kekuatan otot ada dua cara.
Dengan
menggunakan angka dari 0 – minus 4
–
Nilai 0 -1 -2 -3 -4
–
Gerakan bebas + + + + -
–
Melawan gravitasi + + + - -
–
Melawan pemeriksa + + - - -
Nilai
O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese
moderat, -3= parese hebat, -4
paralisis.
Anggota
gerak atas.
• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti (
C7,C8,T1,saraf ulnaris)
• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 ,
saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei palmaris (
C8,T1,saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1,
saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan abduksi ibu jari.
• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum
(C7,8,saraf radialis ).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas
( C5-C8).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian
bawah ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8,
saraf subskapularis).
• Pemeriksaan otot seratus aterior (
C5-C7,saraf torakalis ).
• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf
aksilaris ).
• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf
muskulokutaneus ).
• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah.
•
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf
femoralis
).
•
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius
).
•
Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” (
L4,L5,S1,S2,saraf
siatika ).
•
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf
tibialis
).
•
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2,
saraf tibialis
7. Gerakan involunter.
•
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala
pelepasan
yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas
oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis
yang kehilangan kontrol akibat lesi
pada
nukleus pengontrolnya. Susunan
ekstrapiramidal
ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis,
nuklues kaudatus, globus pallidus,
putamen,
corpus luysi, substansia nigra, nukleus
ruber,
nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.
•
Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal,
disebabkan
lesi pada corpus striatum ( nukleus
kaudatus,
putamen, globus pallidus dan lintasan
lintasan
penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia
nigra pada sindroma Parkinson.
•
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga
tremor
serebellar, disebabkan gangguan mekanisme
“feedback”
oleh serebellum terhadap aktivitas kortes
piramidalis
dan ekstrapiramidal hingga timbul
kekacauan gerakan volunter.
•
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya
lengan
atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah
gerakan
secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur.
Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum,
substansia
nigra dan corpus subthalamicus.
•
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama
lengan
atau tangan atau tangan yang agak lambat dan
menunjukkan
pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau
torsi
fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan
ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus
kaudatus.
•
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal
ekstremitas
dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan
seorang yang melemparkan cakram.
Gerkaan
ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus,
corpus luysi, area prerubral dan
berkas
porel.
•
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan
pada
sisa serabut otot yang masih sehat pada otot
yang
mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi
nampak sebagai keduten keduten
dibawah kulit.
•
Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi
keduten
tidak secepat fasikulasi dan
berlangsung
lebih lama dari fasikulasi.
•
Myokloni : gerakan involunter yang bangkit
tiba
tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik,
dapat
timbul sekali saja atau berkali kali ditiap
bagian
otot skelet dan pada setiap waktu,
waktu bergerak maupun waktu
istirahat.
8. Fungsi koordinasi.
•
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas
serebelum.
Serebelum adalah pusat yang paling
penting
untuk mengintegrasikan aktivitas motorik
dari
kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan
korda
spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan
–
lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta
lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan
fungsi koordinasi atau sering disebut “
Cerebellar sign “
• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar
sign”
–
Test telunjuk hidung.
–
Test jari – jari tangan.
–
Test tumit – lutut.
–
Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari
tangan.
–
Test fenomena rebound.
–
Test mempertahankan sikap.
–
Test nistagmus.
–
Test disgrafia.
– Test
romberg.
•
Test romberg positif: baik dengan mata terbuka
maupun
dengan mata tertutup , pasien akan jatuh
kesisi
lesi setelah beberapa saat kehilangan
kestabilan
( bergoyang – goyang ).
•
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem
walking,
dan menunjukkan gejala jalan yang khas
yang
disebut “ celebellar gait “
•
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter
dengan
tangan,lengan atau tungkai dengan halus.
Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
Gait
dan Station.
• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan
pasein memungkinkan
untuk itu. Harus diperhitungkan adanya
kemungkinan kesalahan
interpretasi hasil pemeriksaan pada orang
orang tua atau penyandang
cacat non neurologis. Pada saat pasien
berdiri dan berjalan perhatikan
posture, keseimbangan , ayunan tangan dan
gerakan kaki dan
mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan
satu kaki.
• Macam
macam Gait:
• Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan
secara
sirkumduksi.
• Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai,
misalnya spastik paraparese.
• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese
flaccid atau
paralisis n. Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang
bergoyang
berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai
proksimal, misalnya otot
gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak
membungkuk,
kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi
lutut dan panggul. Langkah
dilakukan setengah
diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
waah..trimakasih.catetannya membantu....
BalasHapuswaah..trimakasih.catetannya membantu....
BalasHapusBagaimana mengukur kekuatan otot, bagaimana pemeriksaan kekuatan otot, bagaimana nilai kekeuatan otot, bagaimena tes kekuatan otot, bagaimana skala kekuatan otot?
BalasHapusmakasi yaa..
BalasHapusKalau pemeriksaan motorik 0-5, kalau sensorik ada nilai kek gitu juga gak?
BalasHapus