Jumat, 29 Juni 2012

Penyakit Degeneratif (SCENARIO)

 SEORANG IBU YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAHSeorang ibu 46 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS dengan keluhan nyeri punggung bawah yang sudah dialami Os. Sejak 1 tahun ini dan memberat dalam dua hari ini pasca fisioterapi ke-7. Nyeri tidak menjalar, kebas (-), rasa panas (-), riwayat trauma (+), 2 tahun lalu.
Selama ini ibu tersebut rutin berobat BAK (+) N, BAB (+) N.
V.sign : Sens : CM, TD = 140/80 mmHg, HR = 86x/Menit, RR = 24x/Menit, T = 37oc.
Apakah yang terjadi pada ibu tersebut?
Tindakan apa yang harus dilakukan?

I.    KLARIFIKASI ISTILAH
1.    Pasca Fisioterapi
Pasien setelah mendapatkan terapi pada tubuh/ fisioterapi.

II.    MENETAPKAN PERMASALAHAN
1.    Seorang ibu 46 tahun
2.    Os. Mengeluh nyeri punggung bawah yang sudah dialami Os. Sejak 1 tahun ini yang memberat dalam 2 hari ini pasca fisioterapi ke-7.
3.    Nyeri tidak menjalar, kebas (-), rasa panas (-), riwayat trauma (+) 2 tahun lalu.

III.    ANALISIS MASALAH

     Umur dan Jenis Kelamin
Adanya hubungan umur dan jenis kelamin dengan penyakit degeneratif yang sering terjadi pada orang tua, seperti osteoporosis dan osteoarthritis.

     Anatomi Tulang Belakang
Tulang   belakang merupakan  bangunan  yang kompleks  dan dapat dibagi dalam 2 bagian. Bagian Ventral  dan  Dorsal. Pada prosessus spinosus dan  transversus melekat otot otot  yang turut menunjang  dan melindungi kolumna  vertebralis. Seluruh bangunan columna vertebralis dan sekitarnya  mendapat persarafan  dari cabang cabang nervus spinalis yang sebagian besar keluar dari ruangan kanalis vertebralis  melalui foramen intervertebralis dan sebagian dari ramus meningeal  yang menginervasi duramater. Bagian Lumbal merupakan bagian  yang mempunyai keterbatasan  gerak terbesar, sehingga mempunyai  kemungkinan cedera yang lebih besar, biarpun  tulang tulang  vertebra dan ligament  didaerah pinggang lebih kokoh ( Nuartha, 2000)
Anatomi Fungsional
a.    Strukrur tulang vertebra lumbal
Tulang vertebra lumbal tersusun 5 vertebra yang bersendi satu sama lain yang berperan penting dalam menjalankan fungsinya untuk menyangga tubuh dan alat gerak tubuh. Susunan tulang vertebra secara umum terdiri dari corpus, arcus, dan foramen vertebra.

1)    Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 (Kapandji, 1990).

2)    Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut procesus spinosus (Susilowati, dkk, 1993).

3)    Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis (Susilowati, dkk, 1993).

b.    Diskus intervertebralis
1.    Bagian dalam disebut nukleus pulposus merupakan bahan gelatinosa dengan sifat daya pengikat air yang kuat karena mengandung 88% air
2.    Bagian tepi disebut annulus fibrosus yang terdiri dari atas serabut-serabut kolagen yang tersusun konsentrasi dan fibrikartilago yang berbeda dalam keterangan oleh nukleus pulposus (Platzer, 1992)

Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus bagian dalam disebut nucleus pulposus, sedangkan bagian tepi disebut annulus fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antara korpus yang berdekatan sebagai shock breaker pada berbagai tekanan dalam menumpu berat badan (Kapandji, 1990).

c.    Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
a.    Ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi,
b.    Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi
c.    Ligament  flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior,
d.    Ligament  tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.

Sedangkan yang berfungsi untuk stabilisasi aktif adalah adalah otot-otot yang berfungsi untuk penggerak lumbal yang terletak di sebelah anterior, lateral maupun posterior. Otot-otot disebelah anterior dan lateral, antara lain : m.rektus abdominis, m.obliqus internus, m.psoas mayor, dan m.quadratus lumborum. Otot-otot di sebelah posterior Antara lain: m.longisimus thorakalis, m.iliocostalis.


     Nyeri

•    Defenisi
Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.

•    Sifat-sifat nyeri
Nyeri telah digolongkan kedalam tiga jenis utama : tertusuk, terbakar, dan pegal. Istilah lain yang digunakan untuk melukiskan berbagai jenis nyeri termasuk nyeri berdenyut, nyeri memualkan, nyeri kejang, nyeri tajam, nyeri listrik, dan sebagainya, kebanyakan sudah diketahui oleh hampir setiap orang.
Nyeri tertusuk dirasakan bila suatu jarum ditusukkan ke dalam kulit atau bila kulit dipotong dengan pisau. Ia juga sering dirasakan bila daerah kulit yang luas mengalami iritasi kuat.
Nyeri terbakar adalah, seperti yang dinyatakan oleh namanya, jenis nyeri yang dirasakan bila kulit terbakar. Ia dapat nyeri sekali dan merupakan jenis nyeri yang paling mungkin untuk menyebabkan penderitaan.
Pegal tidak dirasakan di permukaan tubuh, tetapi, malahan, merupakan suatu nyeri dalam dengan berbagai tingkat gangguan. Pegal dengan intensitas rendah di daerah tubuh yang tersebar luas dapat bersatu menjadi suatu sensasi yang sangat tidak enak.
Nyeri dapat juga diklasifikasikan 2 jenis utama :
1.    Fast Pain ( nyeri cepat)
2.    Slow Pain (nyeri lambat)
Fast Pain ( nyeri cepat) terjadi kira-kira 0,1 detik bila rangsangan nyeri diberikan. Nyeri lambat dapat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian meningkat secara lambat dalam beberapa detik sampai beberapa menit.
Fast Pain juga diberi nama lain seperti ; nyeri tajam, nyeri tusuk, nyeri akut, nyeri elektris. Nyeri cepat ini bisa terjadi bila tertusuk jarum pada kulit, kena pisau tajam atau bila kena listrik. Nyeri cepat atau nyeri tajam ini tidak dirasakan pada jaringan bagian dalam tubuh.
Nyeri lambat (slow pain) juga diberikan nama lain yaitu nyeri terbakar, aching pain, nyeri mendenyut, nyeri yang memualkan dan nyeri kronis. Nyeri ini dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dapat terjadi pada permukaan kulit dan juga pada jaringan yang lebih dalam atau pada organ tubuh.
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Reseptor Nyeri dan Perangsangannya
    Reseptor nyeri pada kulit dan jaringan lain adalah ujung saraf bebas ( free nerve ending). Reseptor ini menyebar pada permukaan kulit dan juga pada jaringan lebih dalam seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx cerebri dan tentorium dari cranium.
Ada 3 jenis rangsangan yang merangsang reseptor nyeri :
1.    Rangsangan mekanik
2.    Rangsangan termal (suhu)
3.    Rangsangan chemical (kimia).
Kebanyakan saraf nyeri ini dapat dirangsang oleh berbagai jenis rangsangan nyeri tersebut.
Beberapa serat saraf nyeri akan memberikan respons terhadap regangan mekanik yang ekstensif dan yang lain terhadap rangsangan sangat panas atau sangat dingin dan ada serat saraf lain yang terangsang oleh bahan kimia dari jaringan.
Secara umum fast pain dirangsang secara : mekanik dan termal sedangkan slow pain dirangsang oleh semua jenis rangsangan itu (mekanik, termal, dan chemical).

•    Macam-macam nyeri
Nyeri Alihan (‘Referred Pain’)
    Sering orang merasakan nyeri dalam suatu bagian tubuhnya yang cukup jauh dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Nyeri ini disebut referred pain. Kadang-kadang, nyeri bahkan dapat dialihkan dari satu permukaan tubuh ke permukaan tubuh lainnya, tetapi ia lebih sering dimulai dalam salah satu organ viseral dan dialihkan ke suatu daerah di permukaan tubuh. Juga, nyeri mungkin berasal dari suatu viseral dan dialihkan ke daerah profunda lain yang letaknya tidak tepat sama dengan lokasi viseral yang menyebabkan nyeri alihan ini sangat penting karena banyak penyakit viseral tidak menyebabkan gejala lain selain nyeri alihan.
Nyeri Visceral
Nyeri dari berbagai daerah visceral perut, dada merupakan salah satu dari beberapa kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan diagnosa klinis. Pada umumnya daerah visceral tidak mempunyai reseptor sensoris untuk modalitas sensasi selain dari pada nyeri.
Nyeri Parietal
Seringkali sensasi juga dihantarkan dari visceral melalui serabut saraf yang mensarafi peritonium parietal, pleura parietal, perikardium parietal. Permukaan parietal dari rongga visceral terutama disuplai serabut saraf spinal yang menembus dari permukaan tubuh ke dalam.
Sifat-sifat nyeri visceral parietal
Nyeri parietal yang berasal dari visceral seringkali bersifat sangat tajam dan menusuk, meskipun dapat pula terbakar dan aching jika rangsangan nyeri itu tersebar. Hal ini disebabkan dinding parietal seperti kulit disuplai dengan persarafan ekstensif yang meliputi serabut delta “cepat” yang berbeda dari serabut dalam lintasan nyeri visceral sejati adalah simpatis.

Penyebab Nyeri Viseral
Rangsang apa pun yang merangsang ujung saraf nyeri di daerah visera yang tersebar menyebabkan nyeri viseral. Rangsang seperti itu meliputi iskemik, jaringan viseral, kerusakkan kimia pada permukaan viseral, spasme otot polos di dalam suatu viseral berongga, atau peregangan ligamen.
Hampir semua isyarat nyeri visera yang berasal dari dalam rongga dada dan perut dihantarkan melalui serabut saraf sensoris yang berjalan di dalam saraf simpatis. Serabut ini dari jenis serabut C kecil dan, oleh karena itu, hanya dapat menghantarkan nyeri jenis terbakar dan pegal.

Nyeri Punggung Bawah
Cidera pada punggung atau nyeri punggung dapat dicegah dengan melakukan stretching (penguluran) secara rutin. Penguluran pada otot punggung dapat mengurangi frekuensi nyeri punggung. Penguluran otot punggung sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur atau baik juga dilakukan dimalam hari sebelum tidur. Kebanyakan orang memperoleh faedah dari pelaksanaan streeching secara teratur, bagaimanapun juga sebelum anda melaksanakan program latihan (olahraga) diskusikan rencana program anda terlebih dahulu dengan dokter yang berkompeten.
Ketika melakukan program streeching sebaiknya anda melakukan olahraga sampai berakhir baru anda lakukan stretching secara perlahan dan benar.Anda seharusnya tidak mengalami nyeri hebat atau ketidaknyamanan yang berarti pada punggung jika anda melakukan penguluran rutin dan benar. Dalam kasus ini, bila anda melakukan penguluran terlalu jauh dari batas penguluran yang wajar akibatnya otot terasa nyeri dan cidera dapat terjadi. Hindari gerakan yang memantul pada penguluran, jaga agar gerakan perlahan dan lembut. Setelah selesai melakukan penguluran dianjurkan meminum banyak air.
Tehnik angkat angkut dan bekerja secara ergonomis adalah dua hal penting untuk menghindari cidera punggung.Jangan pernah mengangkat benda yang terlalu berat dengan menggunakan otot punggung kamu! Tetapi gunakan otot kaki (lebih kuat) untuk mengangkatnya. Ketika duduk dikursi untuk waktu yang lama, luangkan untuk berjalan sebentar dan pastikan otot punggung anda juga beristirahat selain itu gunakan pula peralatan yang tepat untuk adaptasi seperti sandaran lumbal untuk menjaga posisi punggung yang benar.
Penyebab nyeri punggung :

1. Ketegangan otot
Yang paling banyak menyebabkan nyeri punggung adalah ketegangan otot. Ini terjadi ketika adanya tekanan kuat yang tidak terduga pada otot punggung, keseleo atau tarikan pada satu atau beberapa otot punggungakan mengakibatkan nyeri punggung karena otot punggung terdiri lebih dari satu otot. Otot terasa nyeri sehingga punggung merasakan nyeri pula.


2.Ketegangan pada penguat sendi
Ketegangan penguat sendi adalah penyebab umum lainnya yang menyebabkan nyeri punggung, ini terjadi ketika penguat sendi punggung terulur secara berlebihan. Dampak lebih jauh bila penegangan penguat sendi ini diabaikan adalah terjadinya ketegangan otot.

3. Herniasi pada discus (bantalan sendi )
Herniasi pada bantalan sendi menyebakan nyeri punggung karena adanya penekanan pada syaraf spinal dimana syaraf tersebut keluar dari columna spinal, ini terjadi biasanya sebagai hasil dari gerakan getaran kuat yang berulang pada punggung (dilami oleh sopir truck atau orang yang mengangkat beban yang berat secara tiba-tiba tanpa mengindahkan tehnik angkat-angkut yang benar) cidera ini menghasilkan nyeri punggung tipe radikuler yang mana nyeri tepat pada cidera dan bila dibiarkan lama akan berpengaruh pada syaraf. Sciatica adalah contoh dari nyeri punggung Tipe radikuler.

4. Osteoporosis
Osteoporosis umumnya menyebabkan nyeri punggung pada wanita. Sifat dari penyakit ini adalah penurunan kepadatan tulang secara progresif. Hasilnya terjadi penipisan pada jaringan tulang, sehingga dampaknya mudah terkena patah tulang atau kerusakan tulang.

Penyakit-penyakit penyebab LBP
a. HNP
HNP adalah keluar/menonjolnya nucleus pulposus melalui annulus fibrosus kapsul (Calliet, 1981) adanya trauma langsung atau tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan kompresi hebat dan frakmentasi Nucleus ulposus sehingga anullus menjadi pecah bahkan dapat robek. Nucleus pulposus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar dan melalui robekan
anullus fibrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah hernia. Hal itu akan menyebabkan penyempitan jarak antara corpus vertebra, yang akhirnya akan mengiritasi akar saraf yang masuk ke foramen intervertebralis sehingga timbul nyeri yang hebat, kadang – kadang menjalar ke tungkai.

b) Lumbal spinal stenosis
Spinal stenosis adalah penyempitan kanal spinal dengan kompresi saraf, dengan atau tanpa keluhan. Kelainan yang menyebabkan stenosis pada spinal adalah perubahan hypertrophic degenerative dari facet dan penebalan ligementum flavum.

c) Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan perpindahan ke depan (masuk; tergelincir) satu bodi vertebra terhadap vertebra di bawahnya. Tersering L4-L5.


d) Spondylosis
Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama, lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif pada regio cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi facet (Kalim et al, 1996).

     TRAUMA TULANG BELAKANG
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa berupa :
1.    Fraktur
2.    Dislokasi
FRAKTUR
Pada fraktur, yang patah bisa lamina, pedikel, prosesus transverses, diskus intervertebralis bahkan korpus vertebralnya. Bersama-sama dengan fraktur tulang belakang, ligamentum longitudinal posterior dan dura bisa terobek, bahkan kepingan tulang belakang bisa menusuk ke dalam kanalis vertebralis. Arteri yang mendarahi medulla spinalis serta vena-vena yang mengiringinya bisa ikut terputus.
DISLOKASI
Pada dislokasi tulang belakang, kanalis vertebralis pada tempat dislokasi menjadi sempit. Pembuluh darah dan radiks dorsalis/ ventralis bisa ikut tertarik atau tertekan. Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobile dan bagian yang terfiksasi, seperti C1-C2, C5-C6 dan T11-12. Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap.
Gangguan traumatic terhadap tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatic di medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur dan dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medulla spinalis. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan dengan fraktur dan dislokasi, tetapi menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal sebagai trauma indireck atau tak langsung. Tergolong dalam trauma indireck ini ialah “whiplash”, jatuh tersusuk atau dengan badan berdiri atau terdampar gaya eksplosi. Yang dikenal sebagai “whiplash” ialah gerakan dorsofleksi dan anteofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak, bagaikan gerakan memecut. Trauma “whiplash” terjadi pada tulang belakang cervical.

MANIFESTASI LESI TRAUMATIK DI MEDULA SPINALIS
-    Laserasio medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma langsung, seperti yang di sebabkan peluru atau tusukan. Pada umumnya gaya trauma yang menimbulkan laserasio medulla spinalis, mematahkan menggeserkan ruas tulang belakang(fraktur dan dislokasio). Tergantung pada segmen yang terkena, maka gambaran lesi transversa medulla spinalis akan dijumpai.
-    Hematomielia ialah perdarahan di dalam medulla spinalis. Hematomielia traumatic berbentuk lonjong dan berkedudukan di substansia grisea. Trauma yang bersangkutan bisa bersifat “whiplash”, jatuh dari jarak tinggi dengan sikap badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi ataupun fraktur dislokasio. Gambaran klinisnya menyerupai siringomielia atau hidromielia.
-    Kompresi medulla spinalis. Karena dislokasi medulla spinalis bisa terjepit oleh penyempitan oleh kanalis vertebralis di tempat dislokasio. Suatu segmen medulla spinalis bisa tertekan oleh hematom ekstramedular traumatic, bisa juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip antara dura dan kolumna vertebralis. Gambaran klinisnya sebanding dengan sindrom kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses di dalam kanalis vertebralis.
-    Jika radiks terputus akibat truma tulang belakang, maka gejala deficit sensorik dan motorik yang dijumpai, memperlihatkan ciri radikular. Ikut terputusnya arteria radikularis, terutama arteria radikularis magna yang jalannya bersama-sama dengan radiks T8 atau T9 akan menimbulkan deficit senso motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan syndrome sistema anastomosis arterial anterior spinal.

PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
Penanganan dan penatalaksanaan dini penderita cedera medulla spinalis sangat penting dilakukan untuk mencegah kerusakan neurologik lebih lanjut.
Penanganan awal pada curiga cedera medulla spinalis adalah pada jalan napas, ventilasi, oksigenasi, dan dukungan sirkulasi sebelum resusitasi dan evaluasi neurologik. Penderita cedera medulla spinalis setinggi C4 atau lebih tinggi tidak dapat bernapas spontan. Perasat  jaw thrust telah dirancang untuk memperkecil gerakan leher sewaktu dilakukan resusitasi. Prioritas utamanya adalah membuka jalan napas yang efektif.
Hipoksia harus dihilangkan secepat mungkin karena hipoksia sangat berperan dalam terjadinya cedera sekunder yang menyertai trauma medulla spinalis. Rumatan MAP sebesar  100 mm Hg memungkinkan perfusi medulla spinalis. Pasien dipantau ketat untuk mencegah pembebanan cairan berlebihan yang menyebabkan pasien beresiko terkena gagal jantung dan edema paru. Hipotensi juga diobati dengan vasopresor, seperti dobutamin dan dopamin yang memiliki efek inotropik dan kronotropik.
Metilprednisolon merupakan pengobatan standar bagi cedera medulla spinalis. Obat ini diberikan dalam 3 jam pertama setelah terjadinya cedera. pasien mendapat keuntungan dari pengobatan yang diberikan hingga 8 jam setelah cedera.
Saat ini pengobatan terdiri dari tirah baring hingga nyeri mereda. Fraktur kompresi tunggal pada korpus vertebra dengan angulasi fleksi medulla spinalis tanpa defisit medulla spinalis, dapat diobati dengan meletakkan pasien pada alat (kerangka) yang didesain khusus (misal, stryker, bradford, foster), menggunakan perpanjangan terhadap regangan ligamen spinal anterior dan memperluas korpus vertebra.

     JENIS – JENIS PENYAKIT SENDI DEGENERATIF
1 OSTEOARTRITIS
OSTEOARTRITIS disebut juga penyakit sendi degenerative atau arthritis hipertrofi.Penyakit ini  merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,deformitas,pembesaran sendi dan hambatan gerak pada sendisendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Sering kali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas. Stress oleh beban tubuh dan penyakit-penyakit sendi lainnya.
Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini yaitu :
1.    Usia lebih dari 40 tahun
2.    Jenis kelamin (wanita lebih sering).
3.    Suku bangsa
4.    Genetic
5.    Kegemukan dan penyakit metabolic
6.    Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga
7.    Kelainan pertumbuhan
8.    Kepadatan tulang , dll.
Criteria diagnose
•    Nyeri sendi
•    Kaku sendi < 30 menit
•    Bila keadaan lanjut dapat ditemukan deformitas sendi
•    Rongent sendi yang terkena dengan gambaran
    Osteofit pada tepi tulang
    Peneyempitan celah sendi
    Kista subkondral
    Periarticular ossicle pada PIP dan DIP
    Perubahan bentuk tulang
Pemeriksaan penunjang
•    Rongent sendi yang terkena
•    Analisis cairan sendi bila ada efusi
•    Pemeriksaan darah tepi sedrehana terutama LED

Terapi
•    Konservatif
    Analgetika sederhana (OAINS) seperti parasetamol
    Diet rendah kalori, bila kegemukan
    Rehabilitasi medis (terapi fisik )
•    Operatif
    Bila sudah timbul deformitas sendi
Pemulihan
Kerusakan yang telah terjadi tidak dapatdiperbaiki dan proses penyakit tetap berjalan, namun dengan pengobatan yang baik dengan menggunakan OAINS serta tindakan rehabilitasi medis, gangguan fungsional akibat OA dapat dihilangkan atau dikurangi sehingga penderita dapat mandiri melakukan aktivitas sehari-hari.

Prognosa
Penderita dapat melakukan aktivitas sehari-hari sebaik mungkin.

2. Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama, lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif pada regio cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi facet.

PENYAKIT PAGET
Defenisi
    Penyakit paget merupakan gangguan dimana terdapat peningkatan yang berlebihan dari turnover tulang pada bagian yang terlokalisir dari skeleton.

Epidemiologi
    Penyakit Paget sering terjadi pada populasi keturunan Eropa bagian utara. Studi radiologis di United Kingdom yang dilakukan di tahun 1970 menyatakan bahwa prevalensi pada waktu itu sebesar 5,4 % populasi setelah berumur 55 tahun. Ada peningkatan tergantung umur dimana prevalensi pada pasien lebih dari 85 tahun adalah hampir lima kali di atas mereka yang berumur kurang dari 60 tahun.
Gambaran Klinis
•    Nyeri : nyeri tulang, nyeri sendi
•    Deformitas : tulang panjang membengkok, deformitas tengkorak/kranium
•    Fraktur : komplit, fraktur fisura
•    Neurologis : ketulian, palsy serabut saraf kranial lainnya, kompresi korda spinalis
•    Transformasi neoplastik
Pemeriksaan Penunjang
•    Radiologis
•    Biokimiawi
•    Histologis
Penatalaksanaan
•    Analgetik
•    Bisfosfonat
•    Kalsitonin
•    Pembedahan

OSTEOPOROSIS
Definisi
    Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Faktor Resiko
Umur
    tiap peningkatan 1 dekade, risiko meningkat 1,4-1,8 Genetik
    Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
    Seks (perempuan > laki-laki)
    Riwayat keluarga
Lingkungan
    Defisiensi kalsium
    Aktivitas fisik kurang
    Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
    Merokok , alkohol
    Risiko terjatuh yang meningkat ( gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
Hormonal dan Penyakit Kronik
    Defisiensi estrogen, androgen
    Tirotoksikosis, hiperparratiroidisme primer, hiperkortisolisme
    Penyakit kronik (sirosis hepatis, gagal ginjal, gastrektomi)
Sifat fisik tulang
    Densitas (massa)
    Ukuran dan geometri
    Mikroarsitektur
    Komposisi
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga merupakan faktor resiko osteoporosis, oleh sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal di daerah 4 musim.

Patogenesis
Patogenesis Osteoporosis Tipe I
    Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cellsl dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF –α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkat produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
    Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.
Patogenesis Osteoporosis Tipe II
    Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42 % dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58 %. Pada dekade kedelapan dan sembilan kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada orangtua, di duga karena penurunan kadar estrogen dan IGF-1.
    Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorbsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di daerah 4 musim.
Pendekatan Klinis Osteoporosis
Anamnesis
    Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-kadang, keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis, kesemutan dan ras kebal disekitar mulut dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada orang tua/dewasa, tubuh menjadi pendek, nyeri tulang, kelemahan otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal, kesemuanya mengarah kepada penyakit tulang metabolik.
Pemeriksaan Penunjang
•    Pemeriksaan Biokimiawi Tulang
    Pemeriksaan biokimiawi tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin, dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D.
•    Pemeriksaan Radiologis
•    Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (DENSITOMETRI)
•    Sonodensitometri


Penatalaksanaan
    Estrogen
    Raloksifen
    bisfosfonat


     Rencana Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi Fisioterapi yang digunakan ialah Infra Red (IR) Massage, terapi latihan dengan metode William Fexion Exercise.
1. Sinar Infra Merah
Sinar Infra Merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700 Ao – 4.000.000 Ao yang digunakan untuk tujuan pengobatan berkisar antara 7.700 Ao - 120.000 Ao atau 150.000 Ao (Amstrong) dimana panjang gelombang ini digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :

a. Gelombang Panjang (Non Penetrating)
Panjang gelombang di atas 12.000 Ao–150.000 Ao, kedalaman penetrasinya sampai lapisan superfisial epidermis yaitu sekitar 0,5 mm.
b. Gelombang Pendek (Penetrating)
Panjang gelombang antara 7.700 Ao – 12.000 Ao, kedalaman dan penetrasinya sampai jaringan subcutan kira-kira 5 – 10 mm dan dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf dan jaringan lain di bawah kulit.
Generator Infra Merah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
(1) Non luminous yang hanya mengandung IR saja, pengobatan ini sering disebut “IR radiation” dan (2) luminous di samping IR juga sinar “Visibel” dan ultraviolet, pengobatan sering disebut “radiasi panas”. Jika sinar ini diabsorbsi oleh kulit maka panas akan timbul pada tempat di mana sinar tersebut diabsorbsi sehingga dapat meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah, rilexasi otot dan mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.
Disamping itu juga dapat berpengaruh terhadap pigmentasi, mengaktifkan kelenjar-kelenjar keringat bahkan destruksi jaringan. Apabila penyinaran diberikan menimbulkan temperatur cukup tinggi dan lama sehingga di luar toleransi pasien. Oleh karena itu, pemberian Infra Merah ini harus disesuaikan dengan toleransi pasien.
a. Efek Fisiologis dari Infra Merah
Adalah peningkatan proses metabolisme, vasodilatasi, pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh terhadap syaraf sensoris dengan pemanasan jaringanmembentuk efek sedatif, pengaruh terhadap jaringan otot adalah untuk relaxasi serta mengaktifkan kelenjar keringat.
b. Efek Terapeutik dari Sinar Infra Merah
Adalah mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, meningkatkan suplay darah, relexasi otot dan menghilangkan sisa hasil metabolisme (Pauline, 1973)
c. Indikasi dari Sinar Infra Merah
1) Kondisi peradangan setelah subacute (kontusio, muscle strain, musclesprain, trauma sinovitis
2) .Arthritis (rheumatoid artitis, osteoarthritis, myalgia, lumbago,neuralgia, neuritis)
3) Gangguan sirkulasi darah (troboangitisobliterans, tromboplebitis, raynold’s diseace)
4) Penyakit kulit (folliculitis, furuncolosi, wound)
5) Persiapan exercise dan Massage
d. Kontra Indikasi dari Infra Merah
1) Daerah yang infusiensi pada darah
2) Gangguan sensibilitas kulit
3) Adanya kecenderungan terjadinya pendarahan
e. Waktu yang digunakan untuk terapi pada kondisi akut 10 – 15 menit, sedang untuk kondisi kronis diberikan selama 15 – 30 menit.
2. Massage
a. Stroking
Stroking adalah manipulasi gosokan yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaliknya diberikan dari dagu ke atas pelipis dan dari tengah dahi turun kebawah menuju ke telinga. Stroking ini harus dikerjakan dengan gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah.
b. Effleurage
Effleurage adalah suatu pergerakan stroking dalam atau dangkal, effleurage pada umumnya digunakan untuk membantu pengembalian kandungan getah bening dan pembuluh darah di dalam ekstrimitas tersebut. Effleurage juga digunakan untuk memeriksa dan mengevaluasi area nyeri dan ketidak teraturan jaringan lunak atau peregangan kelompok otot yang spesifik. Effleurage
menimbulakan efek yang bersifat rel
c. Friction
Friction atau tekanan dalam adalah untuk menggerakkan dan memisahkan jaringan lembut. Friction adalah memenuhi pergerakan ke serabut, seperti di dalam urat daging atau ligament, strukturnya: membujur atau gerak lingkar bertujuan untuk melepaskan kekakuan otot dan untuk mengurangi kerusakan jaringan lunak.
d. Vibration
Vibration adalah gerakan getaran mengendurkan jaringan lembut atas dan tingkatkan peredaran. Vibration dapat menenangkan atau merangsang menurut intensitas dan kecepatan. Vibration pada umumnya digunakan pada otot yang sangat lemah, gas dalam perut, atau luka sambungan spesifik (Hans W. Blaser, 1988 ).
Indikasi dan kontra indikasi pemberian massage
a) Indikasi pemberian massage
Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage antara lain: (1) kasus-kasus yang memerlukan relaksasi otot, (2) kasus oedem pada kondisi pasca operasi, (3) kasus perlengketan jaringan terutama pada kondisi pasca operasi, (4) kasus yang memerlukan perbaikan sirkulasi darah (Tappan,1998).
b) Kontra indikasi pemberian massage
Beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian massage antara lain: (1) penyakit yang penyebarannya melalui kulit,limfe dan pembuluh darah, (2) daerah perdarahan, (3) daerah peradangan akut, (4) daerah dengan gangguan sensibilitas, (5) penyakit dengan gangguan system kekebalan tubuh, (6) penyakit dengan gangguan sirkulasi darah, seperti arhytmyacordis, thromboplebitis, atherosclerosis berat dan vena varicose berat (Tappan,1998).
Efek Mekanis
1) Membantu sirkulasi darah balik
Gosokan yang dalam pada vena akan mengakibatkan tekanan venamenurun sehingga berakibat sirkulasi tekanan arteri naik yang berakibat sirkulasi darah menjadi lancar.


2) Membantu sirkulasi cairan limfe
Massage yang pelan dan ritmik dapat melaancarkan sirkulasi darah (arah gerakan selali menuju jantung). Massage juga membantu aliran pembuluh darah limfe tetapi dengan di tambah gerakan aktif.
3) Straching jaringan
Dengan dilakukan penekanan pada otot-otot tertentu, maka otot-otot tersebut akan terulur.
4) Mencerai beraikan perlengketan jaringan Scar tissue (jaringan parut) akibat dari luka bakar dengan dilakukan Massage dengan tehnik friksin secara continyu pada jaringan sub cutan pada jaringan scar tissue akan membebaskan perlengketan jaringan tersebut.
Efek fisiologis
1) Menaikkan metabolisme
Kontraksi otot akan menaikkan metabolisme
2) Mencegah vonestatik

3. Terapi Latihan dengan William Fexion Exercise
Dr. Paul William pertama kali memperkenalkan program latihan ini pada tahun 1937 untuk pasien dengan Low back pain (LBP) kronik sebagai respon atas pengamatan klinik dimana kebanyakan pasien yang pernah mengalami LBP dengan degenerasi vertebra hingga penyakit degeneratif discus
Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang untuk mengurangi nyeri punggung dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbosacral spine terutama otot abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor (Basmajian, 1978).

Bentuk-bentuk latihannya sebagai berikut :
a. William Flexion Exercise nomor 1
Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada permukaan matras.
Gerakan : pasian diminta meratakan pinggang dengan menekan pinggang ke bawah melawan matras dengan mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap kontraksi ditahan 5 detik kemudian lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata.
b. William Flexion Exercise nomor 2
Posisi awal : sama dengan nomor 1.
Gerakan : pasien diminta mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala, sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik, kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali.

c. William Flexion Exercise nomor 3
Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin, kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada. Pada waktu bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan sebanyak 10 kali. Kedua tungkai lurus naik harus dihindari, karena akan memperberat problem pinggangnya.

d. William Flexion Exercise nomor 4
Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama
dengan nomor 3, tetapi kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan kedua tangn kearah dada, naikkan kepala dan bahu dari matras, ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke atas sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan mendekati dada.

e. William Flexion Exercise nomor 5
Posisi awal : exaggregated starter’s position
Gerakan : kontraksikan otot perut dan gluteus maksimus sertatekankan dada ke paha, tahan 5 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi,pertahankan kaki depan rata dengan lantai dan berat badan disangga oleh kakibagian depan tungkai yang belakang.

f. William Flexion Exercise nomor 6
Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengantumit 10-15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding.
Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding, tahan 10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan dapat dikurangi.
Latihan William Flexion Exercise ini disamping efektif untuk nyeri punggung bawah, juga memperbaiki fleksibilitas otot-otot punggung dan sirkulasi darah yang membawa nutrisi ke discus intervertebralis (Basmajian, 1978).

IV. KESIMPULAN SEMENTARA
Ibu tersebut mengalami nyeri punggung bagian bawah yang kemungkinan disebabkan oleh adanya pengaruh dari trauma yang pernah dialaminya.

ANAMNESIS

Nama         :     Eva Marlina
Umur         :     46 tahun
Alamat         :    -
Jenis kelamin    :    pr
Pekerjaan    :    -

Anamnesis penyakit   
Keluhan utama            :    nyeri punggung bawah yang sudah dialami sejak 1 tahun
Keluhan tambahan             :    nyeri punggung memberat dalam 2 hari pasca fisioterapi   ke-7,   nyeri tidak menjalar, kebas (-), rasa panas  (-)
Riwayat penyakit sebelumnya    :    trauma 2 tahun yang lalu
Riwayat penyakit keluarga        :    -
Pengobatan sebelumnya        :    selama ini ibu tersebut rutin berobat

Status Present    :   
sens  :  CM
TD     :     140/80 mmHg
HR     :     86x/menit
RR     :     24x/ menit
T        :     37oC

Pemeriksaan fisik
Inspeksi    :    -
Palpasi    :    -
Perkusi    :    -
Auskultasi    :    -

Diagnosa awal
Low back pain

Diagnosa banding
1.    Osteoarthritis
2.    osteoporosis
3.    HNP
4.    Lumbal spinal stenosis
5.    Spondylolisthesis
6.    Spondylosis

Diagnosa akhir
Penyakit degeneratif

V. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.    Mengetahui tentang anatomi punggung bawah
2.    Mengetahui tentang nyeri
3.    Mengetahui tentang trauma dan jenis-jenisnya
4.    Mengetahui penyakit degenerative
5.    Mengetahui tentang fisioterapi

VI. BELAJAR MANDIRI
Sumber    :
    Text book
    Kamus Dorland
    Internet


VII. KESIMPULAN AKHIR
Dibutuhkan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui etiologi dari penyakit yang dialami ibu tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

1.    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Ke IV Penerbit Departemen Ilmu  Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
2.    Dorland . 2008. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta
3.    Duus, peter. 1996. Diagnosis topik neurologi : anatomi, fisiologi, tanda/ gejala; alih bahasa, Devy H. Ronardy, Editor edisi Bahasa Indonesia, Wita J. Suwono. Ed. 2. Jakarta : EGC.
4.    Mardjono, Mahar dan Priguna Shidarta. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta
5.    Patrick, Davey.ed. . 2006 .“At Glance Medicine”. EMS : Jakarta
6.    Sastrodiwirjo, Soemargo, dkk. 1998. Kumpulan kuliah Neurologi. Universitas Indonesia : Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar